MAKALAH
NUTRISI
TANAMAN
DIAMBIL DARI HASIL JURNAL
MAHASISWA SARJANA UNIBRAW, MALANG
“ PENGARUH
PEMBERIAN JENIS DAN DOSIS PUPUK ORGANIK SERTA PUPUK ANORGANIK TERHADAP
KESUBURAN TANAH TANAMAN KENTANG “
Disusun
Oleh:
1.
Suradi
Yulianto CAA 109 002
2.
Adelina.F.Ekatara CAA 109 012
3.
Teguh
Alifianto CAA 109 034
4.
Tribuyeni CAA 109 054
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PALANGKARAYA
2012
I.
PENDAHULUAN
Hairiah, Kasniari, Noordwijk, Foresta, Syekhfani, (1996) melaporkan bahwa
keadaan tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman diperlukan adanya bahan
organik tanah di lapisan atas paling sedikit 2 %. Agar mempertahankan keadaan bahan organik
tanah tersebut, tanah pertanian harus selalu ditambahkan bahan organik minimal
8 – 9 ton/ha setiap tahunnya.
Macam bahan organik yang digunakan sebagai masukan unsur hara dalam
penelitian ini meliputi pupuk kotoran
ayam, biomas hijauan Tithonia dan biomas hijauan Calopogonium. Pemberian berbagai jenis bahan oragnik
tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah serta dapat meningkatkan hasil
tanaman.
Hasil analisis tanah awal lahan di daerah Sumber Brantas Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu menunjukkan kandungan bahan organiknya rendah yaitu 1,18 %.
Berdasarkan keadaan kandungan bahan organik tersebut, maka dilakukan pemberian
berbagai jenis bahan organik yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan
organik maupun unsur hara lahan tersebut serta menunjang pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan potensi unsur hara di dalam
tanah yang tertinggal setelah panen tertinggi
pada jenis bahan organik dan dosis tertentu.
II. METODA PENELITIAN
Percobaan ini dilaksanakan di
Dusun Sumber Brantas Kelurahan Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Ketinggian tempat kurang lebih 1650 di
atas permukaan laut, suhu rata-rata 20oC, dengan jenis tanah Andisol. Percobaan
berlangsung pada saat umbi ditanam tanggal 9 April 2003 dan dipanen
tanggal 23 Juli 2003.
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK). Perlakuan yang diberikan meliputi
: Jenis pupuk dan dosis pupuk. Untuk
jenis pupuk terdiri dari : Pupuk anorganik, Pupuk kotoran ayam, Biomas
Thitonia, Biomas Calopogonium. Sedangkan
untuk dosis pupuk dihitung berdasarkan kebutuhan N untuk tanaman kentang dan
kandungan N pada masing-masing bahan organik yang digunakan. Pada percobaan ini dosis N yang digunakan
adalah D1 = 60 kg N/ha, D2 = 120 kg N/ha dan D3 = 250 kg N/ha. Sedangkan pupuk anorganik yang digunakan
adalah pupuk N, P, K yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran ( 120 kg N/ha,
165 kg P2O5/ha, 120 kg K2O/ha ).
Jumlah perlakuan ada 10 yang
masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 30 unit percobaan.
Pengamatan pada tanah untuk mengetahui pengaruh nutrisi pupuk yang
diberikan, meliputi :
Analisa Tanah. Analisa Tanah
dilakukan sebelum panen (umur 45 hst) , pertengahan panen (umur 75 hst)
dan sesudah panen (umur 105 hst)
meliputi peubah : pH tanah, C organik, Kandungan Nitrogen ( N total), C/N
rasio, P tersedia, K tersedia, dan KTK.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian: pH Tanah
Hasil analisis terhadap pH tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
kotoran ayam dengan dosis 120 kg N/ha memberikan nilai pH tanah tertinggi pada
umur 105 hari setelah tanam dibandingkan
dengan berbagai perlakuan lainnya, seperti yang disajikan pada Tabel dibawah ini.
Tabel 1. pH Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir
pertumbuhan
Perlakuan
|
pH Tanah
|
45 hst 105 hst
|
|
Pupuk Anorganik
|
6,06 (S) 6,07 (S)
|
PK Ayam setara 60 kg
N/ha
|
6,41 (S) 6,35 (S)
|
PK Ayam setara 120 kg
N/ha
|
6,34 (S) 6,41 (S)
|
PK Ayam setara 250 kg
N/ha
|
6,34 (S) 6,24 (S)
|
Tithonia setara 60 kg
N/ha
|
6,45 (S) 6,31 (S)
|
Tithonia setara 120 kg
N/ha
|
6,38 (S) 6,29 (S)
|
Tithonia setara 250 kg
N/ha
|
6,32 (S) 6,09 (S)
|
Calopogonium setara 60
kg N/ha
|
6,33 (S) 6,34 (S)
|
Calopogonium setara 120
kg N/ha
|
6,28 (S) 6,09 (S)
|
Calopogonium setara 250
kg N/ha
|
6,30 (S) 5,98 (S)
|
Keterangan : kategori
Sedang (S) = 5,5 – 6,5
C–Organik dan N–Total Tanah
Hasil analisis terhadap C –
Organik tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120
kg N/ha memberikan nilai tertinggi pada C-Organik pada umur 105 hari setelah
tanam dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada N – Total nilai
tertingggi yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan
pupuk kotoran ayam dengan dosis setara 60 kg N/ha meskipun nilai tersebut tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, seperti yang disajikan pada Tabel diatas.
C/N Rasio dan P2O5 Tanah
Hasil analisis terhadap C/N
Rasio tanah menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 120 kg
N/ha memberikan nilai tertinggi pada C/N Rasio pada umur 105 hari setelah tanam
dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada P2O5 tanah nilai
tertingggi yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan
pupuk biomas Calopogonium dengan dosis setara 120 kg N/ha, seperti berikut:
Tabel 2. C – Organik dan N – Total pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan
Perlakuan
|
C – Organik Tanah (%)
45 hst 105 hst
|
N - Total Tanah (%)
|
45 hst 105 hst
|
||
Pupuk Anorganik
|
4,61 (t) 2,59 (S)
|
0,22 (S) 0,21 (S)
|
PK Ayam setara 60 kg
N/ha
|
5,71 (St) 2,91 (S)
|
0,36 (S) 0,25 (S)
|
PK Ayam setara 120 kg
N/ha
|
4,80 (t) 3,37 (t)
|
0,34 (S) 0,21 (S)
|
PK Ayam setara 250 kg
N/ha
|
4,75 (t) 2,96 (S)
|
0,36 (S) 0,22 (S)
|
Tithonia setara 60 kg
N/ha
|
4,49 (t) 3,09 (t)
|
0,34 (S) 0,22 (S)
|
Tithonia setara 120 kg
N/ha
|
4,70 (t) 2,85 (S)
|
0,35 (S) 0,21 (S)
|
Tithonia setara 250 kg
N/ha
|
4,60 (t) 2,82 (S)
|
0,38 (S) 0,22 (S)
|
Calopogonium setara 60
kg N/ha
|
5,08 (t) 2,45 (S)
|
0,35 (S) 0,19 (r)
|
Calopogonium setara 120
kg N/ha
|
5,14 (St) 2,76 (S)
|
0,37 (S) 0,22 (S)
|
Calopogonium setara 250
kg N/ha
|
4,87 (t) 3,10 (t)
|
0,38 (S) 0,21 (S)
|
Keterangan : kategori
Rendah (r) 0,1 – 0,2 Sedang (S)
2,1% – 3,0 % ; Tinggi (t) 3,1% – 5,0 % ; Sangat Tinggi (St) > 5,0
Tabel 3. C/N Rasio dan P2O5 Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir
pertumbuhan
Perlakuan
|
C/N Rasio Tanah
45 hst 105 hst
|
P2O5 Tanah (ppm)
|
45 hst 105 hst
|
||
Pupuk Anorganik
|
20,94 (t) 12,08 (S)
|
30,03 (S) 29,73 (S)
|
PK Ayam setara 60 kg N/ha
|
14,33 (S) 11,62 (S)
|
38,75 (S) 30,40 (S)
|
PK Ayam setara 120 kg N/ha
|
14,09 (S)
15,97 (S)
|
42,55 (t) 36,93 (S)
|
PK Ayam setara 250 kg
N/ha
|
13,20 (S) 13,37 (S)
|
38,35 (S) 33,90 (S)
|
Tithonia setara 60 kg
N/ha
|
13,17 (S) 13,82 (S)
|
34,80 (S) 32,50 (S)
|
Tithonia setara 120 kg
N/ha
|
13,27 (S) 13,28 (S)
|
54,80 (t) 37,73 (S)
|
Tithonia setara 250 kg
N/ha
|
12,08 (S) 12,80 (S)
|
60,40 (t) 46,83 (t)
|
Calopogonium setara 60
kg N/ha
|
14,51 (S) 12,65 (S)
|
58,75 (t) 50,80 (t)
|
Calopogonium setara 120
kg N/ha
|
13,89 (S) 12,60 (S)
|
65,05 (St) 51,50 (t)
|
Calopogonium setara 250
kg N/ha
|
12,81 (S) 14,52 (S)
|
59,75 (t) 40,53 (S)
|
Keterangan
: kategori Sedang (sdg) 11 – 15 , Tinggi 16 – 25 ; (S) 21 – 40 Tinggi (t) 41 -
60, Sangat tinggi (St) > 60 K2O
dan KTK Tanah
Hasil analisis terhadap K2O tanah
menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 250 kg N/ha
memberikan nilai tertinggi pada K2O pada umur 105 hari setelah tanam
dibandingkan dengan berbagai perlakuan lainnya, pada KTK tanah nilai tertingggi
yang dihasilkan pada umur 105 hari setelah tanam pada perlakuan pupuk Anorganik
dengan dosis setara 120 kg N/ha, seperti dibawah ini:
Tabel 4. K2O dan KTK
Tanah pada awal pertumbuhan dan akhir pertumbuhan
Perlakuan
|
K2O Tanah (ppm)
45 hst 105 hst Kategori
|
KTK Tanah (C mol/kg)
|
45 hst 105 hst
|
||
Pupuk Anorganik
|
0,42 (Sr) 0,68 (Sr)
|
32,91 (t) 54,64 (St)
|
PK Ayam setara 60 kg
N/ha
|
0,45 (Sr) 0,66 (Sr)
|
37,61 (t) 39,32 (t)
|
PK Ayam setara 120 kg
N/ha
|
0,47 (Sr) 0,73 (Sr)
|
32,57 (t) 27,81 (t)
|
PK Ayam setara 250 kg
N/ha
|
0,41 (Sr) 0,80 (Sr)
|
31,23 (t) 41,07 (St)
|
Tithonia setara 60 kg
N/ha
|
0,32 (Sr) 0,33 (Sr)
|
33,25 (t) 38,85 (t)
|
Tithonia setara 120 kg
N/ha
|
0,36 (Sr) 0,44 (Sr)
|
35,93 (t) 38,46 (t)
|
Tithonia setara 250 kg
N/ha
|
0,35 (Sr) 0,48 (Sr)
|
29,92 (t) 37,89 (t)
|
Calopogonium setara 60
kg N/ha
|
0,51 (Sr) 0,48 (Sr)
|
31,90 (t) 38,84 (t)
|
Calopogonium setara 120
kg N/ha
|
0,51 (Sr) 0,44 (Sr)
|
30,89 (t) 38,61 (t)
|
Calopogonium setara 250
kg N/ha
|
0,46 (Sr) 0,49 (Sr)
|
31,57 (t) 37,97 (t)
|
Keterangan :
kategori Sangat rendah (Sr) <
10 ; Tinggi (t) 25 - 40 , Sangat Tinggi
(St) > 40
IV. PEMBAHASAN
Pengaruh pupuk anorganik dan pupuk organik
terhadap kesuburan tanah.
Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting
bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan
substrat bagi mikrobia tanah. Bahan
organik tanah merupakan bahan penting untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik
secara fisik, kimia maupun biologi.
Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk
menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan
(Sanches, 1992).
Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara
terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses fisika,
kimia dan biologi. Bahan organik
tersebut terdiri dari karbohidrat, protein kasar, selulose, hemiselulose,
lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan
mendorong perkembangan populasi mikro organisme tanah. Bahan organik secara fisik mendorong granulasi,
mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air (Brady, 1990).
Apabila tidak ada masukan bahan organik ke dalam tanah akan terjadi
masalah pencucian sekaligus kelambatan penyediaan hara. Pada kondisi seperti ini penyediaan hara
hanya terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah,
sehingga mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang (Hairiah,
1999).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa penambahan berbagai jenis
bahan organik pada tanaman kentang memberikan pengaruh terhadap peningkatan pH,
C organik, N total, C/N rasio, P2O5 , K2O dan KTK tanah. Dimana setiap jenis bahan organik yang
diberikan menunjukkan nilai yang bervariasi terhadap masing-masing peubah tanah
yang diamati (lampiran 34 – 40).
Peningkatan pH disebabkan adanya proses dekomposisi dari berbagai jenis
bahan organik yang diberikan. Hasil
perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang mampu
meningkatkan pH. Soepardi (1983) menyatakan bahwa hasil akhir sederhana
dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K
dan Na. Pelepasan kation-kation basa ke
dalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation tersebut
dan pada akhirnya akan meningkatkan pH
tanah. Selanjutnya Richie (1989) menyatakan bahwa peningkatan pH
akibat penambahan bahan organik karena proses mineralisasi dari anion organik
menjadi CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari bahan organik tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa pemberian bahan
organik dapat meningkatan pH tanah namun besarnya peningkatan tersebut sangat
tergantung dari kualitas bahan organik yang dipergunakan.
Perbedaan dalam kecepatan proses dekomposisi dan mineralisasi dari
masing-masing jenis bahan organik tersebut pada akhirnya berkorelasi dengan
sumbangan C dan N ke dalam tanah, meskipun dari semua jenis bahan organik yang
digunakan termasuk dalam bahan organik
yang berkualitas tinggi atau berkategori labil dimana paruh waktu (turn over)
berkisar 0,1 – 0,05 tahun.
Dari hasil analisis tanah berbagai
jenis bahan organik menunjukkan nilai kontribusi berbagai unsur hara ke dalam tanah yang tidak berbeda jika dibandingkan dengan perlakuan pupuk
anorganik. Menurut Hairiah et al.,
(2000), kecepatan pelapukan bahan organik tergantung perbandingan carbon dan
nitrogen dari bahan tersebut. Bahan yang
memiliki C : N rasio kecil akan mengalami proses pelapukan yang lebih cepat
bila dibanding bahan organik yang memiliki C : N rasio lebih besar. Kualitas bahan organik berkaitan dengan
penyediaan unsur N, ditentukan oleh besarnya kandungan N. Bahan organik dikatakan berkualitas tinggi
bila kandungan N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenolnya rendah.
Hasil penelitian Pratikno (2001) bahwa kecepatan dekomposisi bahan
organik berkorelasi sangat nyata dengan kandungan C organik. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan C
organik pada bahan organik akan menurunkan kecepatan dekomposisi. Bahan organik dengan kandungan C organik
tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tahan lapuk dalam pangkasan.
Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa pelepasan N oleh berbagai jenis
bahan organik yang diberikan, berdampak pada peningkatan kandungan N tanah jika
dibandingkan dengan kontrol selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meskipun peningkatan tersebut dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Pada kandungan P2O5 juga terjadi peningkatan
dari berbagai masukan bahan organik yang diberikan.
Evenson (1982) mengatakan
bahwa mekanisme peningkatan dari berbagai P tersedia dari masukan bahan organik
yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga
akan melepaskan P anorganik kedalam tanah.
Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan
meningkatkan aktivitas mikrobia tanah, menurut Palm, Myers dan Nandwan (1997)
menyatakan bahwa mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan
senyawa perombak P-organik menjadi P-anorganik.
Enzim fosfatase selain dapat menguraikan P dari bahan organik yang
ditambahkan, juga dapat menguraikan P dari bahan organik tanah. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah
populasi mikroorganisme tersebut, sehingga membantu dalam pengikatan
partikel-partikel tanah yang sangat membantu dalam peningkatan kesuburan
tanah.
Duxbury, Smith dan Doran (1989) mengemukakan bahwa dekomposisi bahan
organik juga menghasilkan residu yang berupa humus dimana fraksi koloid organik
yang mampu menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat, di mana bahan
organik memiliki daya jerap kation yang lebih daripada koloid liat, sehingga
penambahan bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai KTKnya.
V. KESIMPULAN
Nilai unsur N yang tertinggal didalam tanah dengan dosis setara 120 kg
N/ha dari jenis PK Ayam, biomas Tithonia dan biomas Calopogonium memiliki nilai yang sama dengan unsur N dari pupuk Anorganik sebesar 0,21 %, pada
unsur P2O5 nilai tertinggi dihasilkan pada biomas Calopogonium 51,50 ppm >
biomas Tithonia 37,73 ppm > PK Ayam 36,93 ppm > pupuk Anorganik 29,73
ppm. Pada unsur K2O nilai tertinggi
dihasilkan pada PK Ayam 0,73 ppm > pupuk Anorganik 0,68 ppm > biomas
Calopogonium 0,44 ppm = biomas Tithonia
0,44 ppm.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, N.C.
1990. The Natural and Properties
Soils. Macmillan Publishing Company. New
York.
Duxbury, J. M., M.S. Smith and J.W. Doran. 1989.
Soil Organic Matter as a Source and a Sink of Plant Nutrient. In Dynamic of Soil Organic Matter in Tropica
Ekosystem. Dept. of Agro and Soil Sci.
Univ. of Hawaii.
Evenson, F. J. 1982.
Humus Chemestry. John Wiley and
Sons. New York.
Hairiah, K.
1999. Dinamika C Dalam Tanah.
Diktat Kuliah Kesuburan Tanah Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya,
Malang.
Hairiah, K., Widianto, Noordwijk, Cadisch, G. 2000.
Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.
Hairiah, K., Kasniari, D. N., Van Noordwijk, M. dde
Foresta, H. and Syekhfani. 1996. Litterfall, Above and Bellowground Biomass
and Soil, Properties During the first Year of Chromolaena odorata fallow. Agrivita.
XIX.
Palm, A. C., R.J.K. Myers and S.M. Nandwa. 1997.
Combined use organic and inorganic nutrient source for soil fertility
maintenance and replenisment. Am. Soc. Of Agronomy and Soil Sci. of America.
Pratikno, H. 2001.
Studi Pemanfaatan Berbagai Biomasa Flora untuk Peningkatan Ketersediaan
P dan Bahan Organik Tanah Berkapur di DAS Brantas Malang Selatan. Program PascaSarjana Universitas
Brawijaya, Malang.
Richie, G.S.P.
1989. The Chemical behaviour of
Aluminium, Hydrogen and Manganese in acid soils in soil acidity and plant
growth. Ed. Robson. A.D, Soil Science and Plant Growth. Soil Science and Plant Nutrition. School of
Agricultural the University of Western. Australia.
Komentar dari kelompok kami adalah... apabila tanaman kentang di
budidayakan pada tanah gambut kalimantan?
Menurut kelompok kami, apabila
tanaman kentang di tanam di Kalimantan Tengah tepatnya di kota Palangka Raya
ini. Tanaman dapat tumbuh tetapi hasil kurang begitu memuaskan. Ada kemungkinan
besar juga dapat memperoleh hasil produksi yang sangat tinggi, karena tanaman
kentang ini tergolong dalam jenis tanaman umbi-umbian. Mungkin tergantung pemakaiaan
bibit varietas tanaman kentang yang akan ditanam. Hal seperti ini akan mengaju
pada tingginya tingkat pemakaian pupuk kimia yang sangat tinggi dibandingkan
pupuk organik.
Sebab dari hasil penelitian diatas penggunaan
pupuk anorganik dan organik memperoleh hasil analisis yang hampir sama untuk
kebutuhan tanaman. Karena dapat dilihat bahwa pada tanah mineral juga memiliki
sifat kemasaman hampir sama dengan sifat kemasaman tanah gambut. Hal ini
dikarenakan unsur hara Ca, Mg, K dan Na, yang telepas sehgingga menyebabkan peningkatan pH tanah. Oleh itu apabila
tanaman kentang ini dibudidayakan di sini ada kemungkinan pasokan unsur hara
makro dan mikro harus disuplai ketanaman secara seimbang. Jika tidak cekaman
unsur hara yang dapat merugikan, yang mempengaruhi tingkat produktifitas
tanaman berhasil baik dan dapat juga tanaman bisa mati secara tiba-tiba. Hal
ini berdampak pada unsur hara lengkap seperti N, P, dan K yang sangat kurang
terdapat pada tanah.
Selain unsur hara yang ada
diatas yang perlu diperhatikan juga pada daerah yang akan sebagai tempat
budidaya antara lain : kelembaban tanah, suhu, tofografi, dan biologis tanah.
Sebab tanaman kentang mendapat kelembaban pada tanah yang terlalu lembab
menyebabkan tanaman kentang rentan terhadap terjadi pembusukan pada buah. Suhu
mengaju pada lama tingkat penyinaran matahari yang dibutuhkan tanaman kentang
yaitu 15 jam/hari sedangkan penyinaran matahari disini hanya 12 jam/hari.
Tofografi hal ini mungkin mengacu dalam salah satu syarat tumbuh dari tanaman
kentang dimana ketinggian suatu tempat atau rendahnya suatu tempat akan
mempengaruhi hasil dari tanaman kentang ini. Karena tanaman kentang tumbuh pada
ketinggian ±1.200 diatas permukaan laut. Biologis tanah yaitu mengacu pada
organisme yang hidup didalam tanah. Karena organisme yang hidup didalam tanah
dapat bersifat positif dan negatif. Dimana organisme tersebut dapat memacu
kesuburan tanah, memberikan ruang untuk akar mendapat O2 dan
memproses H2o sebagai pembantu penyuplai unsur hara menuju tempat
proses pembentukan makanan pada tanaman. Selain itu organisme perugi yaitu
seperti nematoda, dimana organisme ini dapat merisak tanaman melalui akar
sehingga hasil buah tidak dapat berkembang, mengalami cacat dan buah dapat
busuk. Karena nematoda memebawa telur atau patogen yang ditepatkan pada buah
atau akar sehingga menyebabkan penyakit pada buah dan hal tersebut semakin lama
akan membuat tanaman beransur-ansur akan mati.
Jadi sebalum kita budidaya
tanaman kentang ini hal yang perlu diperhatikan Salah satu upaya untuk mencapai hasil
yang optimal adalah mengendalikan lingkungan tumbuh yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman dan sekaligus menjaga kesuburan tanah dengan pemberian pupuk organik. Karena apabila pemberian pupuk anorganik berlebihan dapat menurunkan
tingkat kesuburan tanah.
.